Selasa, 05 Maret 2013

USULAN PENELITIAN




FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PREVALENSI MASALAH GIZI MASYARAKAT di LANGKAT TAHUN 2012




LISBET GEA
NIM. 01031110070


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MEDAN
JURUSAN GIZI
TAHUN 2012




BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia sehat 2010 merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang optimal (Dinkes Sumatera Utara, 2006).
Indonesia saat ini mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Secara umum terdapat empat masalah gizi dialami masyarakat Indonesia, yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A, Anemia Gizi Besi (AGB), dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).
Data dari UNICEF tahun 1999 menunjukkan bahwa sebanyak 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia, dimana 4 juta diantaranya dibawah satu tahun, berstatus gizi sangat buruk sehingga mengakibatkan kematian, dan malnutrisi berkelanjutan. Setiap tahun diperkirakan sebanyak 7% anak balita Indonesia (sekitar 300.000 jiwa) meninggal dan hal ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita, dimana sebanyak 170.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempatnya sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Herwin, 2004).
Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia 18 provinsi masih memilik prevalensi berat kurang diatas angka prevalensi nasional, yaitu berkisar antara 18,5% di provinsi banten sampai 30,5% di provinsi Nusa tenggara barat. Provinsi Sumatera Utara menempati posisi ke-14 dari ke-18 provinsi tersebut dengan prevalensi balita gizi buruk sebesar  7,8% gizi kurang 16,6%, gizi lebih 7,5%. Angka tersebut masih dibawah angka prevalensi nasional yaitu gizi  buruk sebesar  4,9%  dan gizi kurang 13,0 % gizi lebih 5,8% (Riskesdas 2010)
Berdasarkan survei anemia yang dilaksanakan tahun 2005 di empat kab/kota di Sumatera  Utara, yaitu Kota Medan, Binjai, Kab.Deli Serdang dan Langkat, diketahui bahwa 40,50% pekerja wanita menderita anemia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi anemia adalah dengan pemberian tablet besi (Fe) sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet besi di Sumatera Utara menunjukkan kenaikan yaitu 33,03% tahun 2003, naik menjadi 53,09% tahun 2005 dan menjadi 76,67% ditahun 2006 serta mengalami penurunan sedikit menjadi 75% di tahun 2007 dan tahun 2008 turun menjadi 68,85%, angka ini masih jauh dari target yang ditentukan yaitu 80%. (Riskesdas SUMUT 2008)
Prevalensi balita yang mendapat kapsul vitamin A di provinsi Sumatera Utara adalah  77,48% angka tersebut masih berada dibawah angka prevalensi nasional yaitu 83,26%. Sementara itu prevalensi ibu nifas yang mendapatkan kapsul vitamin A adalah 35,4% angka ini setara dengan prevalensi secara nasional.
Berdasarkan SKRT 2001, prevalensi anemia anak balita masih cukup tinggi. Semakin muda usia bayi semakin tinggi prevalensinya; pada bayi kurang dari 6 bulan
(61,3 persen), bayi 6-11 bulan (64,8 persen), dan anak usia 12-23 bulan (58 persen). Selanjutnya prevalensi menurun untuk anak usia 2 - 5 tahun.
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa di perkotaan 19,7 persen WUS menderita anemia dan 24,5 persen menderita anemia pada saat hamil. Anemia Gizi Besi (AGB) yang diderita oleh 8,1 juta anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. (Pedoman Kadarzi, 2007).
            Masalah kurang gizi lainnya yaitu Anemia Gizi Besi (AGB) yang diderita oleh8,1 juta anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. Masalah Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) diderita oleh sekitar 3,4 juta anak usia sekolah.
            Masalah Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) diderita oleh sekitar 3,4 juta anak usia sekolah.  (Pedoman strategi keluarga sadar gizi 2007 ). Tingkat gondok total (TGR) anak sekolah meningkat dari 9,8% pada tahun 1998 menjadi 11,1% pada tahun 2003.
            Provinsi dengan cakupan konsumsi garam cukup beryodium terendah adalah Nusa Tenggara Barat (27,9%), Nusa Tenggara Timur (31,0%) dan Sulawesi Barat (34,2%), sedangkan provinsi dengan cakupan tertinggi adalah Kep. Bangka Belitung (98,7%), Jambi (94,4%) dan Sumatera Selatan (93,0%).

Kabupaten Langkat merupakan salah satu dari 25 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk di Kabupaten ini adalah 1.057.768 jiwa. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan tahun 2010 dapat dilihat bahwa di Kabupaten Langkat, Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita masih dibawah yang diharapkan hanya mencapai 13,89% dari jumlah balita 93.268 sedangkan dilihat dari standard nasional pada indikator deteksi dini tumbuh kembang balita sebesar 90% dan status gizi balita di Kabupaten Langkat dengan prevalensi Bawah Garis Merah (BGM) sebesar 2,88% dan gizi buruk sebesar 0,35% (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2010).
            Prevalensi gizi lebih Provinsi Sumtera Utara di atas angka nasional (4,3%). Secara umum prevalensi di tiap kabupaten/kota masih berada di bawah 10%. Namun kota Medan dan Kabupaten Langkat perlu waspada mengingat prevalensi balita gizi lebih sudah mendekati 10% yaitu masing-masing 8,5%  dan 8,3%. (riskesdas 2007)
            Merujuk pada data-data tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masalah-masalah gizi masyarakat yang terjadi di kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

B.   Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor penyebab tingginya prevalensi masalah gizi masyarakat di kabupaten Langkat tahun 2012.

C.   Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tingginya masalah gizi masyarakat di kabupaten Langkat tahun 2012.
2.    Tujuan khusus
1.  Mendapatkan informasi tentang gambaran masalah gizi masyarakat yang umum terjadi di kabupaten langkat
2.  Mendapatkan informasi tentang gambaran status gizi pada balita di kabupaten langkat
3.  Mendapatkan informasi tentang gambaran masalah gizi lebih dikabupaten langkat
4.  Mendapatkan informasi tentang gambaran status gizi wanita usia subur (WUS) dikabupaten Langkat

D.   Manfaat Penelitiian
1.  Sebagai masukan bagi pemerintah khususnya dinas kesehatan kabupaten langkat dalam penentuan arah kebijakan program pencegahan dan mengatasi masih adanya masalah gizi di masyarakat
2.  Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi untuk mengurangi terjadinya masalah gizi di masyarakat
3.  Diharapkan menjadi pengalaman belajar serta menambah wawasan dalam melakukan penilitian bidang kesehatan masyarakat


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Disebut kurang energy protein (KEP) apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS. Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. Kurang energi protein (KEP) yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).
            Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 jumlah penduduk sangat rawan pangan (asupan kalori <1.400 Kkal/orang/hari) mencapai 14,47 persen, meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun 2008, yaitu 11,07 persen. Rendahnya aksesibilitas pangan (kemampuan rumah tangga untuk selalu memenuhi kebutuhan pangan anggotanya) mengancam penurunan konsumsi makanan yang beragam, bergizi-seimbang, dan aman di tingkat rumah tangga. Pada akhirnya akan berdampak pada semakin beratnya masalah kurang gizi masyarakat, terutama pada kelompok rentan yaitu ibu, bayi dan anak.
            Status gizi janin dalam kandungan dipengaruhi oleh status gizi bu hamil, bahkan status gizi ibu pada saat sebelum hamil. Kurang gizi pada wanita usia subur (WUS) yang disebut kurang energi kronis (KEK) ditandai dengan lingkar lengan atas (LILA) kurang dari 23,5 cm, sehingga ibu tersebut mempunyai resiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena sejak dalam kandungan janin sudah mengalami kegagalan pertumbuhan janin (foetal growth retardation).  Secara nasional WUS dengan KEK menurun dalam satu dekade terakhir, dari 24,9 persen pada tahun 1999 ke 16,7 persen pada tahun 2003 dan menjadi 13,6 persen pada tahun 2007.

Berdasarkan proses terjadinya dapat dibedakan menjadi:
1.    Kekurangan Energi Protein Primer: bila terjadinya akibat tidak tersedianya zat gizi/bahan makanan.
2.    Kekurangan Energi Protein Sekunder: bila terjadinya karena adanya kelainan/menderita penyakit.
Bentuk Kekurangan Energi Proein (KEP), berdasarkan penyebab dan gambaran klinisnya dibedakan menjadi :
·         Marasmus: akibat kekurangan energy
·         Kwasiorkor: akibat kekurangan protein
·         Marasmus Kwasiorkor: akibat kekurangan energi dan protein, dimana gambaran klinisnya merupakan gabungan dari kedua kelainan tersebut
Pada balita yang mengalami kekurangan energi protein (KEP) dapat diukur berdasarkan 3 pengukuran yaitu Tinggi Badan (TB)/Umur disebut juga balita pendek ( stunting ), BB/TB disebut juga balita kurus ( wasting ) dan BB/Umur disebut juga kurang berat badan (under weight).

B.   Anemia Gizi Besi (AGB)
            Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin,  yang  memungkinkan  mereka  mengangkut  oksigen  dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia  menyebabkan berkurangnya  jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
            Masalah anemia pada WUS juga perlu mendapat perhatian sejak sebelum hamil agar janin terhindar dari resiko kurang zat besi. Anemia berat pada ibu hamil meningkatkan resiko kematian ibu melahirkan akibat perdarahan pasca persalinan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa di perkotaan 19,7 persen WUS menderita anemia dan 24,5 persen menderita anemia pada saat hamil.             
            Penyebab AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk menkonsumsi makanan sumber zat besi, terutaa dengan ketersediaan biologik tinggi (hewani), dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid dan pada persalinan.        AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau produktivitas kerja, penurunan kemampuan berpikir, dan penurunan antibodi sehingga mudah terserang infeksi.
           
C.   Kurang Vitamin A (KVA)
            Vitamin A dikenal sebagai vitamin penglihatan. Karena kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang dikenal dengan buta senja atau xeropthalmia yang dikenal dengan “mata kering” yang dapat berlanjut pada kebutaan. Sejak awal tahun 1980-an diketahui bahwa angka kematian meningkat pada anak balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum ada tanda-tanda xeropthalmia.
            KVA termasuk kedalam empat masalah gizi utama. Penelitian yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya menderita kurang vitamin A. Sedangkan data WHO tahun 1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.
            Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NSS), Departemen Kesehatan, tahun 2001 menunjukkan sekitar 50 persen anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. 
Oleh karena itu sangat penting untuk mngetahui masalah kKurang vitamin A (KVA).
            Xerophthalmia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang telah dapat ditangani sejak tahun 2006 (studi gizi mikro di 10 provinsi), namun KVA pada balita dapat berakibat menurunnya daya tahan tubuh sehingga dapat meningkatkan kesakitan dan kematian. Untuk itu suplementasi vitamin A tetap harus diberikan pada balita 6-59 bulan, setiap 6 bulan, dianjurkan pada bulan kampanye kapsul vitamin A yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Kapsul vitamin A juga harus didistribusikan pada balita
di daerah endemik campak dan diare. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa cakupan pemberian kapsul vitamin A secara nasional pada anak balita sebesar 69,8 persen . Terjadi disparitas antar provinsi dengan jarak 49,3 persen sampai 91,1 persen.
            Kekurangan Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan (balita). Kekurangan vitamin A dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Kekurangan vitamin A dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung vitamin A atau provitamin A untuk jangka waktu yang lama, bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, zink atau zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh, adanya gangguan penyerapan vitamin A dan provitamin A seperti pada penyakit-penyakit antara lain diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat, adanya kerusakan hati yang menyebabkan gangguan pembentukan retinol binding protein (RBP) dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin.
           
D.   Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)
            Gangguan akibat kekurangan yodium adalah sekumpulan gajala yang dapat ditimbulkan karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus-menerus dalam waktu cukup lama. (DepKes RI, 2000). Menurut Supariasa 2011, gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah rangkaian kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia, Sprektum seluruhnya terdiri dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan pada aak dan dewasa, sering dengan kadar hormon rendah angka lahir dan kematian janin meningkat.
            Yodium merupakan zat essensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari Hormon tiroksin. Terdapat dua ikatan organik yang menunjukkan bioaktifitas hormon ini, ialah trijodotyronin T3 dan Tetrajodotyronin T4, yang terakhir juga disebut juga Tiroksin. (Sediaoetama, 2006). Dalam tubuh terkandung sekitar 25 mg yodium yang tersebar dalam semua jaringan tubuh, kandungannya yang tinggi yaitu sekitar sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid dan yang relatif lebih tinggi dari itu ialah pada ovari, otot, dan darah.

Pengaruh utama defisiensi yodium pada janin ialah kretinisme endemis. Gejala khas kretinisme terbagi menjadi dua jenis, yaitu jenis saraf yang menampilkan tanda dan gejala seperti kemunduran mental, bisu-tuli dan diplegia spastik. Jenis kedua yaitu bentuk miksedema yang memperlihatkan tanda hipotiroidisme dan dwarfisme (Arisman, 2004). Selain berpengaruh pada angka kematian, kekurangan yang parah dan berlangsung lama akan mempengaruhi fungsi tiroid bayi yang kemudian mengancam perkembangan otak secara dini. (Arisman, 2004)
Pada orang dewasa, kekurangan yodium menyebabakan keadaan lemas dan cepat lelah, produktifitas dan peran dalam kehidupan sosial rendah (isna, 2009), Gondok dan penyulit, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme diimbas oleh yodium. (Arisman, 2004).
Pada ibu hamil menyebabkan keguguran spontan, lahir mati dan kematian bayi, mempengaruhi otak bayi dan kemungkinan menjadi cebol pada saat dewasa nanti. Seorang ibu yang menderita pembesaran gondok akan melahirkan bayi yang juga menderita kekurangan yodium. Jika tidak segera diobati, maka pada usia 1 tahun, sudah akan terjadi pembesaran pada kelenjar gondoknya. (Isna, 2009).
            Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) adalah sekumpulan gejala yang
timbul karena tubuh seseorang kurang unsur Iodium secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Kekurangan Iodium saat ini tidak terbatas pada gondok dan kretinisme saja, tetapi ternyata kekurangan Iodium berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia secara luas, meliputi tumbuh kembang, termasuk perkembangan otak sehingga terjadi penurunan potensi tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient=IQ).
           
E.   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
            Menurut Apriadji (1986), ada dua faktor yang berperan dalam menentukan gizi seseorang yaitu:
1. Faktor Gizi Eksternal
            Faktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar diri seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.

2. Faktor Gizi Internal
            Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh. Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak diberikan oleh ibu/pengasuh. Dan penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini saling berkaitan dengan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga (Dinkes Sumatera Utara, 2006).

F.    Penilaian Status Gizi
Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, dkk, 2001).
            Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan anak ditimbang dengan timbangan digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang badan diukur dengan length-board dengan presisi 0,1 cm, dan tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
            Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri balita WHO 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut :

a.    Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator BB/U :
Gizi sangat kurang              : Zscore < -3,0
Gizi Kurang                           :  Zscore >= -3,0 s/d Zscore < -2,0
Gizi Baik                                :  Zscore >= -2,0 s/d Zscore <= 2,0
Gizi Lebih                              :  Zscore > 2,0

b.    Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator TB/U:
Sangat Pendek                    : Zscore < -3,0
Pendek                                  : Zscore >=- 3,0 s/d Zscore < -2,0
Normal                                   : Zscore >= -2,0 s/d 2,0

c.    Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator BB/TB:
Sangat Kurus                       : Zscore < -3,0
Kurus                                                  : Zscore >= -3,0 s/d Zscore < -2,0
Normal                                    : Zscore >= -2,0 s/d Zscore < =2,0
Gemuk                                    : Zscore > 2,0

d.    Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB:
Pendek-Kurus          : Zscore TB/U < -2,0 dan ZScore BB/TB < -2,0
Pendek-Normal        :Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
Pendek-Gemuk        :Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB > 2,0
TB Normal-Kurus     :Zscore TB/U > = -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
TB Normal-Normal   :Zscore TB/U >= -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
TB Normal-Gemuk   :Zscore TB/U >= -2,0 dan Zscore BB/TB > 2,0




Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut:
Berdasarkan indikator BB/U:
Prevalensi gizi buruk          = (S Balita gizi buruk/S Balita) x 100%
Prevalensi gizi kurang         = (S Balita gizi kurang/S Balita) x 100%
Prevalensi gizi baik                          = (S Balita gizi baik/S Balita) x 100%
Prevalensi gizi lebih                        = (SBalita gizi lebih/S Balita) x 100%

Berdasarkan indikator TB/U:
Prevalensi sangat pendek  = (S Balita sangat pendek/S Balita) x 100%
Prevalensi pendek              =  (S Balita pendek/S Balita) x 100%
Prevalensi normal               =  (S Balita normal/S Balita) x 100%

Berdasarkan indikator BB/TB:
Prevalensi sangat kurus    = (S Balita sangat kurus/S Balita) x 100%
Prevalensi kurus                  = (S Balita kurus/S Balita) x 100%
Prevalensi normal               = (S Balita normal/S Balita) x 100%
Prevalensi gemuk                = (S Balita gemuk/S Balita) x 100%

Berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB
Prevalensi pendek-kurus               = (S Balita pendek- kurus/ S Balita)x100%
Prevalensi pendek-normal                         = (S Balita pendek-normal/S Balita)x100%
Prevalensi pendek-gemuk                         = (S Balita pendek-gemuk/S Balita)x100%
Prevalensi TB normal-kurus          = (S Balita normal-kurus/S Balita)x100%
Prevalensi TB normal-normal        = (S Balita normal-normal/S Balita)x100%
Prevalensi TB normal-gemuk        =  (S Balita normal-gemuk/S Balita)x100%


BAB III
METODE PENELITIAN

  1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara pada bulan November 2012
  1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan cross sectional yaitu melihat faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingginya masalah gizi masyarakat di kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara.
  1. Populasi dan Sampel
1.    Populasi adalah seluruh keluarga yang mempunyai anak balita, wanita usia subur (WUS), dan ibu hamil.
2.    Sampel penelitian seluruh populasi dijadikan sampel pada penelitian ini.
D.   Jenis dan Cara Pengumpulan Data
a.    Data primer
1.    Identitas keluarga
Data diperoleh dengan wawancara dengan alat bantu kuesioner.
2.    Status Gizi
a.    Balita
§  BB : diperoleh dengan menimbang berat badan dengan menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0,001 kg.
§  TB : diperoleh dengan mengukur tinggi badan dengan menggunakan mikrotoice dengan ketelitian 0,1 cm.
b.    WUS
§  BB : diperoleh dengan menimbang berat badan dengan menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0,001 kg.
§  TB : diperoleh dengan mengukur tinggi badan dengan menggunakan mikrotoice dengan ketelitian 0,1 cm.
c.    Ibu Hamil
§  LILA          : diperoleh dengan menggunakan pita LILA
§  Kadar HB :  diperoleh dengan melakukan uji sahli.
3.    Asupan Gizi
Asupan gizi diperoleh dengan menggunakan metode food recall 24 jam selama 1 hari.
b.    Data sekunder
Data gambaran umum kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara.

E.   Defenisi Operasional
a.    Status gizi : adalah eksperi dari  keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu..
b.    Konsumsi makanan : adalah pengukuran untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyababkan malnutrisi.

  1. Pengolahan dan Analisis data
a.    Pengolahan data
-          Editing
Yaitu langkah untuk mengecek kelengkapan data dan identitas
-          Pengelompokan data
Yaitu cara mengelompokkan data untuk setiap karakteristik sampel yang diteliti kedalam bentuk distribusi frekuensi yang telah diklasifikasikan
-          Tabulasi
Data nilai dikumpulkan dan dikelompokkan kedalam bentuk tabel.



b.    Analisis data
-          Analisis deskriptif
Data disajikan dalam bentuk grafik dan dianalisis berdasarkan persentase.
-          Analisi statistik
Untuk mengetahui faktor – faktor apa penyebab tingginya prevalensi masalah gizi masyarakat di kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan uji Chi – Square.
Pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas yaitu bila p < 0,05 maka Ho ditolak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar